Tuesday, May 19, 2015

9:26 AM


What’s on May, 20th



Tidak terasa kita sudah berada di pertengahan bulan Mei dan akan menuju tanggal 20. Banyak yang sudah mengenal bahwa tanggal 20 Mei merupakan Hari Kebangkitan Nasional (HARKITNAS) yang memperingati suatu peristiwa dimana Bangkitnya Rasa dan Semangat Persatuan, Kesatuan, dan Nasionalisme serta kesadaran untuk memperjuangkan kemerdekaan Republik Indonesia, yang sebelumnya tidak pernah muncul selama penjajahan Belanda dan Jepang. Masa ini ditandai dengan dua peristiwa penting yaitu berdirinya Boedi Oetomo (20 Mei 1908) dan ikrar Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928).
Namun selain hari kebangkitan nasional, masih ingatkah anda dengan tragedi Mei 1998? Banyak yang mengatakan bahwa di hari itu merupakan tonggak reformasi bagi Indonesia, mengapa demikian? Baiklah mari kita flashback sebentar dengan tragedi yang terjadi di bulan Mei 1998. Pada bulan ini penuh dengan kejadian yang penuh kerusuhan yang sebenarnya ungkapan kekecewaan masyarakat pada pemerintahan saat itu. Hal ini dimulai karena terpilihnya kembali Soeharto sebagai Presiden RI pada siding Umum MPR pada Maret 1998 dan Kabinet Pembangunan VII yang dibentuknya dianggap penuh dengan ciri KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme). Terjadinya krisis moneter juga mendorong para mahasiswa dari berbagai daerah bergerak menggelar demonstrasi sebagai aksi keprihatinan yang menuntut penurunan harga barang – barang kebutuhan (sembako), penghapusan KKN dan mundurnya Soeharto dari kursi kepresidenan.

Tanggal 12 Mei 1998, dalam aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Trisakti Jakarta telah terjadi bentrokan denan aparat yang menyebabkan empat orang mahasiswa yaitu Elang Mulia Lesmana, Hery Hartanto, Hafidhin A. Royan dan Hendriawan Sie tertembak hingga tewas dan puluhan mahasiswa lainnya mengalami luka-luka. Kematian empat mahasiswa tersebut mengobarkan semangat para mahasiswa dan kalangan kampus untuk menggelah demonstrasi secara besar-besaran. tragedi ini diikuti dengan peristiwa anarkis di Ibukota dan di beberapa kota lainnya pada tanggal 13—14 Mei 1998, yang menimbulkan banyak korban baik jiwa maupun material.
Pada sore hari tanggal 18 Mei 1998, kontingen para ketua lembaga formal kemahasiswaan Jakarta yang tergabung di Forum Komunikasi Senat Mahasiswa Jakarta (FKSMJ) berhasil menemui pimpinan dewan bersama komponen-komponen aksi lain, dan mendapatkan pernyataan dari ketua DPR/MPR RI saat itu, Harmoko, yang menyerukan pengunduran diri Soeharto.
Mulai Selasa, 19 Mei pagi, secara bergelombang, berdatangan ribuan massa mahasiswa dari kampus-kampus yang para ketuanya telah terlebih dahulu bermalam di gedung DPR/MPR RI di hari sebelumnya. Sampai saat itu, sebagai koordinator lapangan yang ditunjuk, Heru Cokro bertugas untuk mengkoordinir seluruh massa yang hadir dari masing-masing kampus agar sesuai arahan kolektif dari kontingen FKSMJ dan koordinator aksi (Henri Basel).
Tapi dalam prosesnya, ternyata banyak massa mahasiswa yang berdatangan bukan merupakan konstituen dari FKSMJ. Massa ini juga menolak beraksi di bawah bendera dan arahan kolektif FKSMJ, yang akhirnya berujung pada kecurigaan antar kelompok massa, kekacauan koordinasi dan praktis tidak adanya kerjasama aksi antara satu kelompok dengan kelompok massa lainnya di lapangan. Dan pada tanggal 19 Mei 1998, Harmoko sebagai pimpinan MPR/DPR mengeluarkan pernyataan yang berisi anjuran agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Pada tanggal 20 Mei tersebut, aksi berjalan meriah. Banyak tokoh nasional yang hadir di gedung DPR/MPR RI dan bergiliran memberikan orasi ke massa. Kesemarakan ini pun makin besar, apalagi setelah dipastikan, demonstrasi di lapangan Monas dibatalkan.
Di saat yang sama, koordinasi kembali kacau. Sebagai contoh, sekelompok mahasiswa tanpa koordinasi merobek-robek kertas (disinyalemen kertas tersebut arsip sekretariat DPR/MPR RI) dan melemparkannya ke arah massa. Sementara, di lain sisi, ratusan mahasiswa mulai duduk-duduk dan berdiri di atas kubah gedung paripurna DPR/MPR RI. 

Puncaknya pada tanggal 21 Mei 1998 pukul 10.00 WIB di Istana Negara, Presiden Soehato menyatakan pengunduran dirinya setelah 32 tahun memimpin Republik Indonesia ini di hadapan beberapa anggota Mahkamah Agung. Rangkaian peristiwa ini merupakan kebangkitan bangsa Indonesia dalam memasuki era reformasi dengan kebebasan  berpolitik, penyampaian pendapat dan kebebasan pers sehingga banyak informasi yang dapat kita dapatkan dari berbagai bentuk media seperti ini.
Pada tanggal 20 Mei 2015 ini juga beredar kabar akan ada aksi unjuk rasa besar-besaran. Seperti yang ditulis Ray Jordan di detikNews pada senin (18/05), kabar yang menyebar lewat broadcast message dan media sosial itu mengusung isu yang menyeramkan. Kabarnya gerakan 20 Mei akan menurunkan Presiden Joko Widodo. Informasi akan adanya demo besar-besaran tersebut dilontarkan oleh Badrodin Haiti ketika berada di Lanud El Tari, Kupang, NTT.
Mendengar beberapa elemen dan organisasi mahasiswa rencananya akan turun ke jalan untuk menggulingkan pemerintahan Jokowi yang dinilai telah keluar dari Nawacitanya, Presiden Jokowi langsung bergerak cepat untuk mengundang organisasi mahasiswa ke Istana Negara Senin (17/5/2015) malam. Pertemuan yang dilaksanakan Senin (18/5/2015), disinyalir untuk "meredam" rencana aksi besar-besaran yang akan dilaksanakan pada 20 Mei 2015.
Selain sebagai peringatan atas gerakan reformasi, aksi tersebut juga untuk menyerukan tuntutan perbaikan dalam pemerintahan saat ini. Seperti yang diungkapan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam M Arief Rosyid Hasan di KOMPAS.com terdapat tiga hal utama yang akan diangkat dalam aksi unjuk rasa yakni terkait politik, ekonomi, dan pemuda. Di bidang politik, Rosyid menyatakan HMI akan menyerukan soal adanya "penumpang gelap" di sekeliling Jokowi.
Seperti yang diungkapkan Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Andi Aulia Rahman oleh BeritaPrima, Jakarta (19/05) Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia (UI) Andi Aulia Rahman. Berbeda pada era reformasi, pergerakan mahasiswa berhasil karena sudah menggulingkan sebuah rezim. Namun, unjuk rasa mahasiswa kali ini akan ditujukan untuk menyadarkan pemerintah tentang masalah yang dihadapi bangsa saat ini dan masa depan. dengan pergerakan tahun ’98 dan ’66. Kami tidak ingin gerakan mahasiswa selalu dikaitkan dengan turunnya rezim. Kami ingin membangunkan Presiden tentang persoalan di depan mata.
Menyikapi hal tersebut kita mahasiswa sebagai pemuda yang mengemban tugas sebagai agen perubahan sudah semestinya mempunyai antusias yang besar untuk mengubah Indonesia untuk menjadi lebih baik dan maju. Karena memang pemuda adalah aset bangsa yang terpenting untuk memajukan bangsa. Semangat kebangkitan nasional harus dipupuk mulai dari sekarang. Essensial dari kebangkitan nasional yakni adanya sesuatu yang bangkit dan timbul, yang dulunya belum tercapai. bagaimana kita mengeksplorasi diri kita sebaik-baiknya dengan tujuan yang baik, saaatnya konsepsi ulang atau menilai kembali kehidupan nasional, segala aspek kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
Mahasiswa bukanlah sekedar siswa biasa yang hanya mengejar IP belaka. Mahasiswa sejatinya dituntut mampu berfikir cerdas dan dapat menawarkan idenya baik ide kritis maupun kreatif untuk berkontribusi kepada bangsa dan masyarakat. Mahasiswa adalah model of role, sosok teladan, selain sebagai intelektual muda, mahasiswa juga di tuntut mampu menunjukkan sikap yang selalu berasakan norma sekaligus menjunjung tinggi toleransi dan menunjukkan sikap peka terhadap lingkungan, baik itu dalam menyikapi persoalan budaya, moral dll. Mahasiswa merupakan bagian dari calon pemimpin bangsa yang digadang-gadang mampu memberikan spirit perubahan dan kemakmuran bagi masyarakat di era yang akan datang.
Sebagai mahasiswa jangan hanya menikmati tidur pulas di kosan setiap harinya. Karena hari kebangkitan nasional adalah awal dari pergerakan secara intelektual, dan mengedepankan nilai rasionalitas. Oleh sebab itu pergerakan yang sudah dimulai seratus tujuh tahun yang lalu hendaknya diteruskan oleh mahasiswa yang notabene adalah salah satu kaum intelektual dalam upaya pembangunan. Kekritisan harus tetap dikembangkan sebagai bukti real mahasiswa yang berfungsi sebagai agent of control.

Kebangkitan nasional jangan hanya diperingati dengan berbagai acara seremonial melulu, melainkan dapat diupayakan dengan pembentukan suatu media bagi emansipasi diri dan bangsa. Saran yang dapat diberikan untuk kedepannya dalam rangka peringatan kebangkitan nasional yakni diharapkan setiap indivudu dari kita hendaknya tidaklah melupakan pelajaran-pelajaran yang telah diberikan disekolah mengenai sejarah, jangan melupakan sejarah bangsa maupun sejarah dunia. Karena dengan sejarah itulah dapat menjadikan suatu jejak tersendiri bagi langkah kita kedepannya.
Pada hakikatnya suatu kebangkitan nasional adalah jalan utuk membuka wawasan kita dalam meneruskan perjuangan bangsa ini kearah yang lebih maju. Jejak langkah yang diberikan sejarahwan terdahulu sebagai founding father dapat memberikan titik terang kepada kita dalam menguasai serta memahami proses dari sejarah yang sebenarnya. Serta bagaimana kita mencoba menggali nilai-nilai yang positif yang terjadi dalam era globalisasi dimana persaingan dunia yang semakin bebas dan meneruskannya menjadi suatu sejarah yang akan dikenang oleh anak cucu kita.

0 comments:

Post a Comment