Yogyakarta, 25 November 2014. Masih ingat ga? Hari ini hari apa? Yaps
betul hari ini adalah Hari Guru Nasional bersamaan dengan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia
(PGRI) ke 69.
Guru telah mengajari kita dari mulai
menulis, berbicara, mendengarkan dengan telaten dan sabar . Guru yang mencoba mengajar siswanya tanpa memberikan
inspirasi agar mereka memiliki hasrat untuk belajar, ialah seolah memalu besi
yang sudah dingin. Guru juga manusia tak semuanya seperti yang
diinginkan ada yang guru baik hati, ada guru yang suka bercerita dari pada ngasih
materi.
Begitu sabarnya guru menghadapi para
murid yang super duper nakal n ngeyel, guru tetap sabar dan terus menghadapinya
dengan murah senyum bila ada mood,,ckckck . Kembali lagi kita semuanya yang
dulu pernah jadi murid atau yang ga mau ngakui jadi murid, hahaha . Pada masih
inget ga apa yang diajarkan guru kita? Pesan – pesanya? Yang jangan pernah
mencontek.. hayo pada masih nyotek ga tuh? Jujur…Hehehe .Satu lagi masih ingat
ga nama guru kalian? Apa sudah lupa? Kalau guru lupa nama muridnya masih wajar,
tapi kalau murid sampai lupa gurunya jangan ditanya lagi, anda tau jawabannya hahaha….
Jasa guru begitu besar , tidak dapat
dibalas budikan , karena guru ta ingin balas budi karena guru ikhlas mengajari
kita cuman mengharapkan muridnya menjadi
orang yang sukses seperti apa yang di cita –citakan. Amin….
Nah pada tahu ga? Sejarah dibentuknya
peringati Hari Guru Nasional atau HUT PGRI?
PGRI diawali dengan nama Persatuan Guru Hindia
Belanda (PGHB) pada 1912. Organisasi ini bersifat unitaristik yang anggotanya
terdiri dari para guru bantu, guru desa, kepala sekolah, dan pemilik sekolah.
Dengan latar belakang pendidikan yang berbeda-beda mereka umumnya bertugas di
Sekolah Desa dan Sekolah Rakyat Angka Dua. Sejalan dengan keadaan itu, maka
selain PGHB berkembang pula organisasi guru bercorak keagamaan, kebangsaan, dan
sebagainya.
Dua
dekade berselang, nama PGHB diubah menjadi Persatuan Guru Indonesia (PGI).
Perubahan ini mengejutkan pemerintah Belanda, karena kata “Indonesia” yang
mencerminkan semangat kebangsaan sangat tidak disenangi oleh Belanda.
Sebaliknya, kata “Indonesia” ini sangat didambakan oleh guru dan bangsa
Indonesia.
Kesadaran
kebangsaan dan semangat perjuangan yang sejak lama tumbuh mendorong para guru
pribumi memperjuangkan persamaan hak dan posisi dengan pihak Belanda. Hasilnya
antara lain adalah Kepala HIS yang dulu selalu dijabat orang Belanda, satu per
satu pindah ke tangan orang Indonesia.
Semangat
perjuangan ini makin berkobar dan memuncak pada kesadaran dan cita-cita
kesadaran. Perjuangan guru tidak lagi perjuangan perbaikan nasib, tidak lagi
perjuangan kesamaan hak dan posisi dengan Belanda, tetapi telah memuncak
menjadi perjuangan nasional dengan teriak “merdeka.”
Sayang,
pada zaman pendudukan Jepang segala organisasi dilarang dan sekolah ditutup
sehingga PGI tidak dapat lagi melakukan aktivitas. Namun, semangat proklamasi
17 Agustus 1945 menjadi dasar PGI untuk menggelar Kongres Guru Indonesia pada
24–25 November 1945 di Surakarta.
Melalaui
kongres ini, segala organisasi dan kelompok guru yang didasarkan atas perbedaan
tamatan, lingkungan pekerjaan, lingkungan daerah, politik, agama, dan suku,
sepakat dihapuskan. Mereka adalah guru-guru yang aktif mengajar, pensiunan yang
aktif berjuang, dan pegawai pendidikan Republik Indonesia yang baru dibentuk.
Di dalam
kongres inilah, tepatnya pada 25 November 1945, PGRI didirikan. Maka, sebagai
penghormatan kepada para guru, pemerintah menetapkan hari lahir PGRI tersebut
sebagai Hari Guru Nasional dan diperingati setiap tahun dan telah ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia
berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 78 Tahun 1994.
Huft panjang sejarahnya.

Huft panjang sejarahnya.
Untukmu Guru Tercinta :
“Dalam ajaranmu ada harapan”
“Dalam tegurmu ada do’a”
“Dalam marahmu ada sayang”
“Dalam diamnya ada kebijaksanaan”
” Terima kasih yang tak terhingga atas jasamu yang senantiasa mengajari kami tanpa henti. Semoga kesejahteraan dan juga kebahagiaan senantiasa mendampingimu. Amin.”
J “Selamat Hari Guru ”J“Dalam tegurmu ada do’a”
“Dalam marahmu ada sayang”
“Dalam diamnya ada kebijaksanaan”
” Terima kasih yang tak terhingga atas jasamu yang senantiasa mengajari kami tanpa henti. Semoga kesejahteraan dan juga kebahagiaan senantiasa mendampingimu. Amin.”
0 comments:
Post a Comment